Benarkah TikTok Ancam Keberlangsungan UMKM?
Jakarta - Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, memberikan pernyataan yang mengundang kontroversi, dimana ia tidak menyetujui TikTok menjalankan bisnis sosial media dan e-commerce secara bersamaan. Teten menyebut penolakannya ini untuk membuat ekosistem Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) lokal dapat berkembang secara sehat. Teten juga membandingkan dengan negara besar lain yang sudah melarang TikTok sebagai tempat untuk berjualan seperti Amerika Serikat dan India.
Seperti yang sudah kita ketahui, TikTok memiliki fitur TikTok Shop yang memungkinkan seller untuk memasarkan produknya secara langsung kepada pembeli. Namun, yang dikhawatirkan Teten yakni monopoli pasar yang dilakukan oleh TikTok dengan menjalan kedua bisnis secara bersamaan. Teten meminta agar adanya peraturan terkait impor langsung (cross border) di e-commerce.
Pelaku ritel dari luar negeri diharuskan untuk mengekspor dengan mekanisme yang berlaku terlebih dahulu sebelum menjual produknya kepada konsumen. Hal inilah yang tidak dilakukan oleh seller yang menggunakan TikTok Shop. Jika pelaku ritel langsung menjual barang dari luar negeri tanpa prosedur eskpor impor, yang dikhawatirkan adalah pelaku UMKM tidak dapat bersaing, karena mereka harus mengurus beberapa hal seperti izin edar, sertifikasi halal, Standar Nasional Indonesia (SNI) dan lain sebagainya.
Pemerintah sebetulnya telah menanyakan hal ini kepada perwakilan TikTok di Indonesia, namun jawaban dari mereka tidak memuaskan karena menyerahkan sistem pricing sepenuhnya kepada seller. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan juga mengemukakan hal yang sama. Pria yang akrab disapa Zulhas ini mengatakan jika sosial media ingin melakukan bisnis e-commerce, harus mengurus izin untuk menjadi e-commerce. Tapi pertanyaan di lapangan, apakah benar TikTok membunuh keberadaan UMKM? Kita coba analisis secara singkat.
TikTok Shop menawarkan harga yang lebih terjangkau jika dibandingkan dengan harga ritel di supermarket atau minimarket. Hal ini disebabkan karena seller yang biasanya juga bertidak sebagai supplier atau produsen dapat menjual langsung ke pembeli tanpa melalui reseller. Hal inilah yang membuat pemerintah takut akan mematikan ekosistem UMKM lokal.
Pembeli juga tidak bisa disalahkan, secara natural, pembeli tentunya akan mencari harga termurah di pasar dan inilah yang ditawarkan oleh TikTok. Namun, beberapa pelaku bisnis UMKM juga menyatakan mereka masih bisa bertahan dengan gempuran produk impor meskipun harus bersusah payah. Pelaku UMKM juga beranggapan yang sangat terdampak dari TikTok ini adalah reseller, karena TikTok memutus rantai pasok langsung ke konsumen.
Sebagian dari reseller merupakan ibu rumah tangga yang penghasilannya sangat bergantung pada TikTok. Mereka menggunakan video dan foto konten dari supplier yang diposting di akun mereka untuk memasarkan produk. Kalangan seperti inilah yang justru sangat terdampak dengan adanya produk impor di Tiktok.
Pemerintah perlu memerhatikan hal ini dengan serius karena jika dibiarkan terus menerus, situasi seperti ini akan berpengaruh kepada kondisi ekonomi mikro nasional. Kementerian Koperasi dan UKM serta Kementerian Perdagangan selaku pemangku kebijakan harus bekerja sama untuk menyelamatkan pelaku bisnis UMKM lokal agar tidak semakin tergerus oleh mekanisme seperti ini.