Sobat Belajar: Mengenal Kredit Pajak bagi Wajib Pajak Badan
Indonesia - Kredit Pajak adalah akumulasi dari jumlah pembayaran pajak yang telah dibayar sendiri oleh Wajib atau telah dipotong/dipungut oleh pihak lain diawal periode. Bukti yang dapat menunjukkan bahwa Wajib Pajak telah dipotong/dipungut oleh pihak lain adalah dengan menerima bukti potong yang diberikan oleh pemotong/pemungut.
Kredit pajak dapat menjadi salah satu faktor yang dapat mengurangi beban pajak yang akan dibayarkan oleh Wajib Pajak. Kredit Pajak dapat menjadi penguran beban pajak asalkan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan. Wajib Pajak dapat mengkreditkan pajak yang telah dipotong atau dipungut untuk mengurangi jumlah pajak yang terutang pada akhir tahun pajak. Wajib Pajak yang dapat melakukan pengkreditan pajak, tidak hanya Wajib Pajak Orang Prbadi saja, melainkan Wajib Pajak Badan juga diperbolehkan melakukan pengkreditan pajak sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.
Sebelumnya sudah pernah dibahas loh tentang kredit pajak yang diperbolehkan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi, bagi Sobat yang belum pernah membacanya bisa klik link disini ya! Nah, sekarang ini Mimin Sopa mau bahas kredit pajak yang diperbolehkan untuk Wajib Pajak Badan nih Sobat, simak terus Ya!
Dalam tahun berjalan, Wajib Pajak Badan harus melunasi pajak yang diperkirakan terutang dalam suatu tahun pajak melalui pemotongan/pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak lain, atau atas pembayaran pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak Badan sendiri.
Pelunasan pajak dalam tahun berjalan dapat diperhitungkan dengan cara mengkreditkan pajak penghasilan terutang sesuai dengan tahun pajak yang bersangkutan, kecuali untuk penghasilan yang sifatnya final. Mengkreditkan pajak penghasilan terutang dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi jumlah pajak terutang yang harus dibayar oleh Wajib Pajak Badan di akhir tahun pajak.
Aturan mengenai kredit pajak diatur dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan, terdapat beberapa jenis pajak yang dapat dikreditkan oleh Wajib Pajak Badan, yaitu:
-
PPh pasal 22
PPh pasal 22 adalah pungutan pajak atas transaksi di bidang impor atau kegiatan usaha lain. Badan-badan yang telah ditentukan, baik dari pemerintah maupun swasta dapat memungut PPh pasal 22 yang berkaitan dengan kegiatan impor. Sedangkan, untuk kegiatan usaha lainnya dapat berupa produksi barang seperti semen atapun otomotif.
-
PPh pasal 23
PPh pasal 23 adalah pungutan pajak atas penghasilan berupa dividen, bunga, royalti, sewa, hadiah dan penghargaan, dan imbalan jasa. Pada PPh pasal 23 ini memiliki 2 tarif, yang pertama sebesar 15% dari jumlah bruto. Tarif ini akan dikenakan untuk dividen, bunga, royalti, sewa, hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21 ayat (1) huruf e. Kemudian tarif kedua sebesar 2% untuk sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta atau imbalan jasa seperti jasa konstruksi, jasa konsultan dan sebagainya.
-
PPh pasal 24
Pungutan pajak atas penghasilan yang diperoleh dari luar negeri. Pada pasal 24 ayat 1 UU PPh menyebutkan bahwa pajak yang telah dibayar di luar negeri dapat dikreditkan terhadap pajak terutang untuk tahun pajak yang sama. Besaran kreditnya akan sama besar dengan jumlah PPh yang dibayar diluar negeri, namun tidak boleh melebihi besaran utang pajak berdasarkan UU PPh.
-
PPh pasal 25
PPh pasal 25 menjelaskan besarnya nilai angsuran pajak yang harus dibayar Wajib Pajak sendiri dalam tahun pajak berjalan setiap bulan. Besaran angsurannya adalah sebesar PPh menurut SPT Tahunan PPh tahun pajak yang terutang sebelumnya, dikurangi dengan:
-
- PPh yang telah dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, dan PPh yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
- PPh yang sudah dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24. Besaran PPh yang sudah dibayar akan dibagi dua belas atau sebanyak bulan dalam bagian tahun pajak.
-
PPh pasal 26 ayat 5
PPh pasal 26 ayat 5 mengatur pemotongan pajak yang boleh dikreditkan atas Subjek Pajak Luar Negeri Badan yang menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri atau Badan Usaha Tetap (BUT). Pada dasarnya semua Wajib Pajak luar negeri dikenakan pemotongan pajak bersifat final, namun karena mengganti status menjadi subjek pajak dalam negeri atau menjadi Badan Usaha Tetap dapat dikenakan pemotongan pajak bersifat tidak final. Pengkreditan pajak hanya dapat dilakukan jika Sobat dikenakan pemotongan pajak bersifat tidak final.
Jika Sobat ingin mencari informasi lainnya terkait UMKM, perpajakan, dan berita terkini, silahkan kunjungi website kami di Sobat Buku dan Sobat Pajak, atau melalui media sosial kami di Instragram dan Facebook.