Ketentuan PPh pada UMKM Sektor Perdagangan
Indonesia - Pengertian Pajak menurut Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib yang terutang oleh wajib pajak kepada negara. Pajak dipungut dari warga negara kepada negara sebagai bentuk perwujudan pengabdian dan peran serta warga negara terhadap pembangunan nasional. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang cukup besar, sehingga memiliki kontribusi yang dominan terhadap penerimaan suatu negara. Bisnis Usaha Mikro Kecil Menengah atau yang kerap disingkat UMKM, saat ini menjadi sangat diminati oleh banyak orang.Sebagai pengusaha UMKM, tentu juga memiliki kewajiban untuk membayar pajak pada saat jangka waktu yang telah ditentukan
Potensi Pajak UMKM dan Masalah dalam Pemungutannya
UMKM atau Usaha Mikro Kecil Menengah merupakan usaha perdagangan yang dikelola oleh badan atau perorangan yang merujuk pada usaha ekonomi produktif sesuai dengan kriteria yang Undang-Undang No.20 Tahun 2008. Dewasa ini, jumlah UMKM semakin meningkat di Indonesia, hal ini membuat semakin besar pula potensi penerimaan pajak dari sektor UMKM. Kontribusi pajak penghasilan sangat besar pada potensi penerimaan negara, tetapi apabila tidak dikelola dengan baik, maka potensi penerimaan negara tersebut tidak dapat terserap secara maksimal atau bahkan hilang.
Menurut data dari Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (2019), kontribusi PPh final UMKM sebesar Rp7,5 triliun, atau hanya sekitar 1,1% dari total penerimaan PPh keseluruhan di tahun yang sama sebesar Rp711,2 triliun. Padahal apabila dilihat dari kuantitasnya, pelaku UMKM memiliki potensi yang sangat besar untuk membangun negara dalam mendorong penerimaan nasional.
Kendala dalam proses pemungutan pajak adalah kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan hal tersebut dapat terjadi diantaranya: faktor pemahaman, faktor penghasilan, dan manfaat yang dirasakan serta sanksi pajak. Berdasarkan sistem pemungutan pajak di Indonesia yaitu self-assesment yang berarti wajib pajak memiliki tanggung jawab mandiri untuk menghitung, membayar, dan melaporkan kewajiban perpajakannya.
Penghitungan Pajak Penghasilan Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008
Sesuai dengan pasal 28 UU KUP, metode penghitungan pajak penghasilan dapat dibagi menjadi dua yakni metode pembukuan dan metode pencatatan.
Metode Pembukuan
Metode ini dilaksanakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual (kas). Pembukuan harus memuat catatan mengenai harga, kewajiban , modal, penghasilan dan biaya, serta penjualandan pembelian sehingga memudahkan proses penghitungan pajak terutang.
Penghitungan penghasilan neto dihitung dengan mengurangkan biaya-biaya dari penghasilan bruto yang kemudian hasil tersebut disebut dengan penghasilan neto. Penghasilan neto selanjutnya dikurangkan dengan penghasilan kena pajak dan langkah terakhir adalah mengalikan penghasilan kena pajak tersebut dengan tarif PPh pasal 17.
Metode Pencatatan
Wajib pajak Orang Pribadi dapat memilih untuk menggunakan metode pencatata, sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan No. KEP-536/PJ/2000. Metode pencatatan ini diperuntukkan untuk wajib pajak orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas dan memiliki peredaran bruto sampai dengan 4,8 milyar. Penghitungan pajak dalam metode in imenggunakan norma penghitungan untuk menghitung jumlah pajak terutang. Penghitungan dengan menggunakan norma perhitungan dilakukan dengan mengalikan persentase norma perhitungan dengan peredaran bruto dari usaha atau pekerjaan bebas dalam setahun.
Penghitungan Pajak Penghasilan Berdasarkan PP 23 Tahun 2018
Undang-Undang ini mengatur tentang PPh (final) yang dikenakan pada WP orang pribadi dan/atau badan yang memiliki omzet sampai dengan 4,8 milyar dalam satu tahun pajak. Namun, penggunaan tarif ini tidak bisa digunakan selamanya, bagi setiap wajib pajak jangka waktu pengenaan tarif PPh final ini adalah sebagai berikut:
- Wajib Pajak Orang Pribadi dapat menggunakan tarif ini selama 7 tahun
- Wajib Pajak Badan berbentuk Koperasi, Persekutuan Komanditer, atau Firma dapat menggunakan tarif ini selama 4 tahun
- Wajib Pajak Perseroan Terbatas dapat menggunakan tarif ini selama 3 tahun.
Pertama, Wajib Pajak orang pribadi UMKM yang memilih untuk menggunakan skema PP No. 23 tahun 2018. Apabila Wajib Pajak tersebut memiliki peredaran bruto dalam satu tahun pajak sebesar Rp 480 juta, maka wajib pajak tersebut tidak dikenakan PPh final, karena, jumlah peredaran brutonya tidak melebihi Rp 500 juta dalam setahun pajak.
Kedua, Apabila Wajib Pajak orang pribadi UMKM memilih menggunakan skema PP No. 23 Tahun 2018 dan memiliki penghasilan sebesar Rp 90 juta per bulan, atau Rp 1.080.000.000 setahun, maka terhadap wajib pajak tersebut akan dikenakan tarif PPh final UMKM sebesar 0,5%. Detailnya adalah perhitungan 5 bulan pertama masih bebas pajak karena ketentuan batas peredaran bruto Rp 500 juta. Sedangkan, untuk bulan 6 hingga bulan 12 berikutnya dikenakan pajak sebesar 0,5%. Sehingga PPh final UMKM adalah jumlah penghasilan bruto selama 7 bulan dikalikan dengan tarif 0,5% yakni 630 juta x 0,5 % = Rp 3.150.000.
Kesimpulan
Usaha Mikro Kecil Menengah merupakan sektor penting dalam perpajakan Indonesia. Karena pada beberapa tahun belakangan telah berhasil menjelma menjadi sumber penggerak ekonomi baru di Indonesia sekaligus menjadi salah satu sektor yang menambah penerimaan negara dalam hal pajak. Peran UMKM memang begitu besar dalam perekonomian negara, akan tetapi penerimaan pajak UMKM belum terlaksana secara optimal.