E-Commerce Dikenakan Bea Meterai, Bagaimana Nasib UMKM?
Indonesia - Beberapa waktu belakangan ini, pemerintah telah merilis wacana dalam menerapkan bea meterai sebagai syarat dan ketentuan pada penggunaan platform digital, khususnya e-commerce. Wacana tersebut nantinya akan diterapkan kepada para pelanggan yang belanja di e-commerce, dimana dengan transaksi pembelian di atas Rp. 5 juta maka akan dikenakan bea meterai Rp. 10.000 berdasarkan ketentuan yang tertuang dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 perihal bea meterai.
Kebijakan ini tentunya dilakukan sebagai upaya pemerintah dalam meningkatkan penerimaan kas negara, selain itu juga menciptakan level of playing field atau dapat diartikan sebagai kesetaraan dalam berusaha bagi para pelaku usaha digital dengan usaha konvensional. Alih-alih demikian, wacana tesebut justru menjadi ramai diperbincangkan oleh sejumlah pihak, yakni para pelaku usaha UMKM. Pihak pelaku usaha UMKM merasa wacana tersebut sangat bertentangan dengan dukungan pemerintah dalam membangkitkan bisnis para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) melalui digitalisasi, yaitu e-commerce.
Polemik tersebut berhasil menarik perhatian beberapa pihak, salah satunya Yusuf Rendy Manilet selaku Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, dimana beliau menyebutkan bahwa pemerintah harus lebih spesifik atau jelas bagaimana mekanisme mengenai wacana penerapan bea meterai pada e-commerce ini. Hal ini dikarenakan, jika dilihat dari sisi UMKM, justru nasib mereka yang akan dipertaruhkan.
Yusuf kembali menambahkan, dalam konteks UMKM tentunya para pelaku usaha UMKM inilah yang memiliki beban biaya yang cukup banyak dalam menjual produknya kepada konsumen jika melalui platform e-commerce. Apabila wacana tersebut benar-benar dilakukan, maka tentu saja ini akan menjadi disinsentif bagi UMKM yang telah melakukan kegiatan usahanya melalui jasa teknologi seperti e-commerce untuk mengembangkan usahanya. Selain itu, kebijakan ini juga akan berdampak atau mendistorsi pada pasar digital buatan Indonesia yang sedang tinggi-tingginya saat ini.
Sebagai tambahan, Yusuf maupun para pelaku usaha UMKM berharap kepada pemerintah untuk berdiskusi lebih lanjut mengenai wacana tersebut, mengingat kebijakan tersebut tidak sejalan dengan dukungan pemerintah dalam mendorong para pelaku usaha UMKM untuk melek digital dengan memanfaatkan e-commerce sebagai pengembangan usaha mengingat e-commerce merupakan salah satu solusi dari pemulihan UMKM di Indonesia pasca pandemi Covid-19. Dengan demikian, pemangku kepentingan/ pemerintah harus lebih mendorong UMKM untuk dapat memanfaatkan serta mengadopsi platform teknologi informasi dalam pemasaran produk atau usahanya.
Yusuf mengatakan, jika tidak menjalankan kebijakan bea meterai untuk e-commerce, maka dapat dilihat tujuan pemerintah dan potensi kebijakannya. Ia juga menilai bahwa kebijakan tersebut tidak selaras dengan upaya pemerintah untuk menggenjot ekonomi digital sebagai alat untuk memajukan perdagangan terutama bagi UMKM.
“Saya kira beban dari kenaikan bea masuk ini akan ditambahkan sebagai salah satu komponen dari harga penjualan untuk produk yang dijual melalui e-commerce itu sendiri,” tandasnya.
Senada dengan, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta Diana Dewi yang menilai bahwa kebijakan tersebut juga akan menghambat perkembangan UMKM di Indonesia.
“Saran saya kita harus benar fokus untuk dapat membantu UMKM untuk dapat bangkit kembali, jangan malah memberikan hal-hal yang berpotensi menghambat percepatan pemulihan ekonomi nasional disektor riil,” ujar Diana kepada Kontan.co.id, Sabtu (19/6).
Menurutnya, banyak hal yang harus pemerintah kaji sebelum menerapkan kebijakan tersebut agar dapat tepat sasaran dan kapan diberlakukannya. Selain itu, pemerintah juga harus mempersiapkan dengan baik secara sistem pada platform, pola pembayaran, hingga kewajiban siapa yang harus menanggung.
“Belum lagi apabila kita bicara apabila platform e-commerce ini tidak hanya dapat diakses oleh orang yang berada di dalam Indonesia,” jelasnya.
Diana menambahkan, e-commerce merupakan salah satu backbone dari percepatan pemulihan UMKM di Indonesia pasca pandemi Covid-19, sehingga Ia berpendapat, seharusnya seluruh pemangku kepentingan dapat lebih mendorong UMKM untuk dapat menggunakan dan mengadopsi platform teknologi informasi dalam pemasaran produk-produknya.